“Dia datang tanpa membawa apa-apa kemudian pergi membawa segalanya. Segala sesuatu yang tadinya melekat padaku, termasuk bahagia.”
Alkisah ada seorang wanita yang jatuh hati dengan seorang pria, teman sepermainannya. Pria yang ia anggap semesta. Pria yang ia agungkan lebih dari Tuhannya. Pria yang ia anggap pelabuhan dari segala gundah miliknya. Pria yang ia kira pembawa kebahagiaan. Pria yang ia doakan kebahagiannya diam-diam.
Pria itu bukan orang kaya atau anak pejabat, ia juga tak punya wajah setampan dan semulus aktor film. Dirinya pun bukan pemenang olimpiade atau peraih juara satu. Pria itu hanya seorang pemuda biasa dengan rambut lurus dan kulit yang cokelat kehitaman.
Wanita dan pria itu bertemu pada sebuah ruang yang sama di suatu mata kuliah. Pandangan mereka bertemu di udara tanpa sengaja. Mungkin menurutmu itu hal yang biasa, tapi tidak bagi sang wanita. Ia menikmati segala ketidaksengajaan yang terjadi. Kepalanya penuh rekaan cerita bahagia tentang mereka. Dan ia berdoa pada Tuhannya agar ia didekatkan dengan prianya.
Setiap hari wanita itu berusaha menjaga pandangan matanya agar tak terlalu kentara mengamati sang pria. Ia diam-diam membingkai gerak-gerik pria-nya dalam ingatan. Ia menolak lupa akan setiap pertemuan atau sapaan sekadarnya. Wanita itu sudah mabuk dalam cinta dan ia menikmati setiap detiknya.
Seakan sadar kalau dirinya disayangi dan diperlakukan dengan ramah, pria itu menghampiri sang wanita dan mengajaknya berteman. Mereka bermain layaknya teman biasa. Bercanda, mengerjakan tugas bersama, berbagi duka, juga berbagi suka. Sang wanita senang tiada terkira dengan segala hal yang mereka lakukan bersama. Ia lagi-lagi berterima kasih pada Tuhannya dan meminta hal yang lebih; ia ingin dirinya pria itu menjadi kekasihnya.
Lagi-lagi Tuhan Maha Baik, doa wanita itu dikabulkan. Sejak mereka semakin dekat, keduanya memutuskan untuk bersatu dan belajar saling menerima kekurangan masing-masing. Keduanya berharap mereka bisa semakin bahagia jika bersatu. Semuanya sempurna. Semuanya terasa manis. Mereka layaknya pemuda-pemudi yang saling jatuh cinta. Saling memangut, tertawa, berbagi tempat tidur, berbagi makan siang, berbagi uang jajan, dan berbagi segalanya.
Semuanya sempurna. Sayang, sang wanita lupa berdoa agar mereka dipersatukan dengan waktu yang lama. Sang pria pergi tiba-tiba karena ia merasa kekasihnya tak cukup sempurna untuknya. Ia memutuskan pergi berkelana sendirian, meninggalkan wanitanya dengan segala luka yang terus menganga. Lalu wanita itu menangis dan menyalahkan Tuhannya juga semesta yang merestui kepergian prianya. Ia merasa kehilangan. Sebab, pria itu pergi membawa segala sesuatu yang wanita itu miliki meski sebelumnya ia datang tanpa apa-apa, termasuk bahagia.
Wanita itu menolak lupa pada kenangan, meski sang pria membuang dirinya terang-terangan…
kris, gue kesindir. asli. gue banget. gue sebel ah. bener. dateng gabawa apapa, pergi bawa segalanya – “menolak lupa pada kenangan, meski sang pria membuang dirinya terang-terangan”
LikeLike