Saya Bahagia

Saya Kirana, wanita berusia tiga puluh yang telah menikah dengan seorang penulis. Pernikahan saya tidak pernah direstui oleh ibu dan ayah saya. Mereka tak hadir pun tak mengakui anak saya sebagai cucunya.

Saya dan suami berkenalan di sebuah penerbitan terkemuka. Waktu itu ia sedang sibuk dengan lembar-lembar kontrak penerbitan bukunya dan kebetulan saya sedang berada pada ruangan yang sama dengannya. Saya bekerja di bagian legal penerbitan tersebut. Sebelum menikah, kami sempat berpacaran enam bulan. Masa-masa pacaran kami mungkin masa-masa paling omong kosong yang pernah saya lakukan seumur hidup. Setiap pagi, saya dikirimi sejumlah syair-syair manis; Setiap siang, saya dijejalinya sejuta pengetahuan tentang cerita di balik cerita; dan setiap malam, saya dijejalinya dengan lagu berlirik manis karangannya sendiri. Ya, saya sebegitu jatuh cinta pada setiap kata-kata yang dibuatnya. Saya pasrah saat ia mengajak saya bercinta pada sebuah tenda sewaktu kami jalan-jalan mengelilingi desa malam-malam. Saya juga tidak menolak lamarannya sewaktu sperma yang ia siram pada rahim saya berubah menjadi janin. Dan saya pasrah sewaktu ia menikahi saya dengan mas kawin janji dan puisi yang dibingkai emas sepuhan.

Bulan pertama pernikahan kami, semuanya tampak baik. Ia menulis bersama secangkir kopi hitam dengan lima sendok gula dan saya pergi ke kantor dengan setelah kerja. Bulan kedua pernikahan kami, semuanya tampak lebih baik. Honor dari tulisannya yang dicetak ulang lebih banyak dari gaji saya dua bulan. Bulan ketiga pernikahan kami, semuanya tampak membingungkan. Ia tidak lagi punya ide untuk menulis dan tagihan kami beserta nominal persiapan melahirkan semakin bertambah. Bulan keempat pernikahan kami, segala hal berubah. Saya melahirkan seorang anak laki-laki yang parasnya serupa dengan ayahnya. Bulan kelima pernikahan kami, semuanya semakin memusingkan. Saya sudah berhenti kerja karena mengurus bayi serta memulihkan sakitnya jahitan dan ia tak kunjung menulis. Bulan keenam pernikahan kami, untuk pertama kalinya saya hanya makan sehari sekali dan rumah kami selalu ramai dengan perkelahian serta tangisan bayi. Uang kami hanya cukup untuk membeli susu formula dan seliter beras. Bulan ketujuh pernikahan kami, ia mendapatkan sejumlah uang meski tidak menulis. Teman saya bila ia mendapat tawaran menulis tulisan erotis pada sebuah majalah dewasa. Saya tidak ambil pusing asal kami sekeluarga bisa makan.

Sekarang, kami sudah menikah selama delapan bulan. Suami saya terlalu sibuk menulis tentang adegan dalam ranjang. Saya rasa, karena ia seorang penulis yang hebat, ia harus mencoba segalanya sendiri untuk tahu dengan baik apa yang ditulisnya. Entah sudah berapa banyak wanita yang ia tiduri selama sebulan ini. Ia pun sepertinya lupa bahwa dirinya punya anak dan istri. Ia tidak pernah pulang pun menelpon ke rumah.

Hari ini, saya dikejutkan dengan sebuah artikel yang dimuat pada sebuah surat kabar terkemuka. Artikel tersebut membahas kehidupan seorang penulis terkenal yang kebetulan suami saya. Ia menyebutkan bahwa ia adalah seorang suami yang sangat mencintai istrinya. Semua orang pasti akan mengira bahwa saya orang paling bahagia di dunia. Saya adalah orang yang selalu diberikan cinta, makanan, perhatian, juga syair untuk meninabobokan. Ia juga menyebut anak kami sebagai harta yang paling berharga dalam hidupnya. Kebahagiaan tiada tara sekaligus sumber inspirasinya. Semua orang pasti terpukau pada tulisan dan kepribadiannya dalam cerita. Ia begitu piawai merangkai kata-kata. Saya pun dibuatnya terkesima.

Saya tertawa lebar membaca habis artikel tersebut di meja makan. Di bawah tudung saja hanya ada sisa koran, anak saya sudah tertidur lelap sejak dua hari yang lalu setelah saya mencampurkan susunya dengan obat-obatan, dan di hadapan saya hanya ada artikel itu serta surat cerai yang dikirimkannya lewat pos. Semua orang pasti mengira saya bahagia. Iya, saya bahagia tanpa nasi. Saya bahagia tanpa cinta. Saya bahagia tanpa suami. Dan saya bahagia jika sedih adalah nama lain dari gembira.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s