Kau Tidak (Pernah) Mengenalku

Aku tahu warna kesukaanmu.”

“Telur kuningnya sudah kubuang, tenang saja. Aku selalu ingat kau tidak suka itu.”

“Jangan makan yang bungkusnya biru, itu seafood. Nanti kamu gatal-gatal.”

“Hari ini kamu pulang jam delapan, kan? Aku jemput, ya, sayang.”

“Aku belikan madu kesukaanmu. Jangan lupa diminum.”

“Kemarin aku lihat sepatu yang kau inginkan dulu. Ukuran kakimu 39, kan?”

“Apa segala hal yang kau ingat menandakan kau tahu tentang aku, sayang?”

Tidak. Kau tidak pernah mencoba mengenalku. Kau tidak tahu aku tidak bahagia bersamamu.

 

Aku ingin sekali kau membaca tulisan ini agar kita bisa pisah secepatnya. Aku lelah harus berpura-pura menjadi istri yang bahagia di hadapan ibumu. Lagipula, aku tidak suka pada wanita tua itu. Ia selalu saja mengatur cara bicaraku, pakaianku, makanan yang harus aku siapkan untukmu, bahkan pakaian apa yang harus aku kenakan di hadapanmu kalau kita bercinta.

Selain ketidaksukaanku pada ibumu, aku juga tidak suka pada dengkuran kerasmu saat tidur. Kau bahkan tak pernah tahu jika kantung mataku selalu hitam karena aku tak pernah terlelap saat malam, bukan? Dalam satu hari aku hanya tidur empat sampai lima jam. Itu juga kalau kau lembur atau kalau ibumu tidak memaksa ditemani belanja.

Kau juga perlu tahu kalau aku tidak pernah ingin punya bayi. Aku tidak ingin menahan sakitnya persalinan, sayang. Aku juga tidak ingin melihat anakku tidak bahagia karena sedih melihat ibunya yang dibelenggu janji sewaktu menikah. Oleh karena itu, diam-diam, aku selalu minum pil kb. Aku tidak peduli wajah sedihmu ketika kau tahu aku datang bulan.

Sayang, sampai kapan kita harus berpura-pura bahagia dalam pernikahan? Aku tidak pernah suka bercinta denganmu, sebab kamu tidak pernah mau melihat wajahku. Kamu juga hanya mengajakku bercinta sebulan sekali. Aku tahu bahwa kau tidak sepenuhnya mencintaiku. Jangan bilang aku bicara sembarangan, Sayang. Pada suatu tengah malam saat hujan deras, aku melihatmu keluar kamar. Karena gerakanmu aneh, aku mengikutimu diam-diam. Kau menuruni tangga tanpa suara lalu menuju kamar paling belakang, kamar pembantu kita. Lalu kau menoleh ke segala arah kemudian masuk ke dalamnya. Kemudian beberapa waktu setelahnya, kamu rebah di sisiku dengan wajah kelelahan dan napas terengah.

Sayang, kalau kau memang mencintai pembantu kita, kau bisa bilang padaku, dan kita bisa membuat sebuah kesepakatan; kamu tidur dengan dia, aku tidur dengan laki-laki lain. Kalau aku bahagia dengan laki-laki lain dan memutuskan untuk mengandung, aku akan bilang pada semua orang kalau kau adalah ayah dari bayiku. Kau pasti merasa bahagia dan bangga karena kejantananmu dipercaya semua orang, bukan? Lalu, soal ibumu, kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan pernah bilang padanya bahwa diam-diam anak kesayangannya, yang selalu berdoa setiap waktu, meniduri pembantunya yang berjenis kelamin laki-laki.

5 thoughts on “Kau Tidak (Pernah) Mengenalku

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s