Bukan Perawan

 

“Kamu masih perawan, kan?

Tidak. Kenapa?

Ya sudah, kita bercinta saja. toh juga tidak ada bedanya buat kamu, kan?

 

Aku harus membuat sebuah pengakuan, sayang; Aku sudah tidak perawan.

Aku kecewa.

Kenapa harus kecewa?

Aku hanya mau menikah dengan wanita baik-baik, maaf ya.”

 

Saya sudah tidak perawan. Kesucian saya tidak direnggut secara paksa, melainkan atas dasar suka sama suka. Alsannya sepele; saya mau tahu apa itu orgasme –dan setelah saya coba, rasanya sangat enak-. Sejauh ini, saya hanya pernah satu kali bercinta dengan mantan pacar saya sewaktu SMA. Kejadiannya sudah lama sekali, bahkan saya tidak ingat dengan jelas bagaimana semuanya bisa berakhir pada ranjang dan erangan. Hal yang terjadi setelahnya adalah; saya trauma mengakui fakta bahwa saya sudah tidak perawan.

Salah satu mantan kekasih saya sewaktu kuliah memaksa saya melayaninya bercinta setelah ia tahu kalau saya sudah tidak perawan. Saya hampir pingsan sewaktu dia bilang seseorang yang sudah tidak perawan seharusnya cukup untuk dijadikan objek pemuas, bukan seorang calon isrti yang bisa dikenalkan ke orangtuanya. Saya diam dan melayangkan satu tamparan keras sebagai tanda bahwa hubungan kami cukup sampai situ.

Tunangan saya juga memilih mengakhiri pertunangan kami saat ia tahu saya sudah tidak perawan. Saya sempat hampir gila, pernikahan kami tinggal menghitung bulan. Ia meminta maaf dengan sopan dan bilang bahwa ia mendoakan saya diberikan jodoh yang terbaik.

Kamu pasti bertanya-tanya mengapa saya mau mengakui ketidakperawanan saya pada mereka, bukan? Keduanya bilang jika sudah terikat dalam sebuah hubungan, masing-masing di antara kami harus bisa berkata jujur dan menerima kejujuran pasangannya. Saya selalu mencoba menepati keduanya; jujur dan menerima kejujuran. Saya tidak marah ketika tahu mantan kekasih saya punya selingkuhan saat ia mengakui kesalahannya, saya juga tidak histeris waktu tahu ia memaksa selingkuhannya menggugurkan calon anak mereka, dan saya bahkan siap menerima fakta bahwa tunangan saya memiliki kemungkinan punya anak yang sangat kecil. Lantas, keduanya tidak mau menerima kenyataan bahwa saya sudah tidak perawan.

Tidakkah mereka tahu bahwa saya juga ingin tahu hal yang berkenaan dengan seks. Beberapa teman pria saya akan membanggakan diri jika berhasil meniduri pacar-pacar mereka, lalu mengapa saya tidak boleh mengaku dengan lantang? Apa karena itu perbuatan yang mengandung dosa? saya rasa kamu juga tahu bahwa dosa masing-masing ditanggung sendiri bukan? Toh saya juga sudah memohon ampun pada Tuhan setiap hari dan tidak pernah berzina lagi. Selain itu, dosa yang saya lakukan di masa lalu tidak akan bisa dibagi dengan pasangan saya, bukan? Lantas, mengapa wanita tidak boleh mempermasalahkan keperjakaan dan laki-laki boleh?

Apa bedanya perempuan yang sudah tidak perawan dan masih perawan? toh keduanya sama-sama bisa memuaskan suami masing-masing dan bisa pula memberikan keturunan. Saya wanita baik-baik, lulus dari universitas negeri dengan IPK terbaik, saya pandai memasak, pekerja keras, cukup sabar, ramah, cantik, dan sudah tidak perawan.

Ps: Kalau Anda tidak punya masalah dengan ketidakperawanan dan berkeinginan menikah dalam waktu dekat, saya mau dinikahi. Terima kasih.

R.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s