“Untuk Bapak tersayang…”
Bapak, tenaga ternyata tak harus dibayar dengan rupiah dan berlian.
Pikiran juga tak perlu ditukar dengan penghargaan.
Bahkan keringat pun tak mesti dibalas ucapan.
Bapak, kata ibu tukang jamu, yang paling penting adalah ketulusan.
Katanya pula, meski tanpa imbalan, ketulusan akan berbuah kesenangan.
Kesenangan yang konon bisa kekal menjadi kenangan.
Bapak, kalau sukarelawan saja bisa bahagia, mengapa aku harus menjadi pamrih?
Iya, pamrih seperti yang bapak suruh.
Menukar tenaga dengan uang agar bisa membelikan berlian untuk ibu, menukar pikiran dengan penghargaan agar bapak bangga, dan menukar keringat demi ucapan agar keluarga kita terus diingat sebagai keluarga kaya yang tak angkuh.
Bapak, aku ingin jadi sukarelawan yang sebenarnya; aku mau membantu bukan karena mau dipanggil anak pandai budi.
Aku tak mau jadi orang yang lupa diri.
Anakmu ini mau membagi dan memberi.